AKU DAN KAMU
Karya : Siska
Enjelin Hulu
“Man..Maman!!” terdengar
suara ketukan pintu dari luar kamar Maman.
“Mamaaannn!!!” suara ketukanpun semakin deras ditambah
suara seseorang dari balik pintu yang semakin keras terdengar.
“Mamaannn..Bangun!!”
suara itu semakin keras dan tersentak Maman terbangun dari tidurnya yang
nyenyak.
“Maman, cepat bangun! Udah pukul berapa ini, kamu harus
berangkat sekolah.” Teriak Ibu Maman dari balik pintu kamar Maman. Maman pun
melihat jam dinding dikamarnya, sontak Maman pun terbangun dari tempat
tidurnya, berlari keluar kamar menuju kamar mandi.
“Ibu kok nggak banguni Maman dari tadi sih, kan Maman
jadi telat ke sekolahnya.” gumam Maman kesal kepada Ibunya ketika keluar dari
kamar tidurnya.
“Dari tadi Ibu banguni kamu, kamu nya aja yang gak mau
bangun. Dasar!! Udah salah malah nyalahin Ibu balik.” jawab Ibu kesal.
Hampir setiap pagi Maman selalu telat bangun, dan hampir
setiap pagi juga Ibu berteriak-teriak didepan pintu kamar Maman untuk
membanguni Maman. Bukan karena begadang untuk belajar sehingga Maman selalu
telat bangun pagi, tetapi ini dikarenakan Maman hampir setiap malam begadang
menonton televisi. Maman sangat gemar menonton televisi sampai larut malam dan
lupa waktu. Dan akhirnya hal ini membuat Maman selau telat bangun pagi.
“Bu, baju seragam Maman mana?”
“Itu ada di tempat tidur kamu” jawab Ibu sambil menyiapkan
sarapan pagi. Seusai mandi, Maman bergegas masuk ke kamar dan mengenakan baju
seragam sekolahnya.
“Bu, Maman pergi dulu ya.” Maman mengambil tas sekolah di
bangku makan dan menuju pintu depan.
“Man, sarapan dulu.” teriak Ayah.
“Nggk usah Yah, Maman udah telat, Maman pergi Yah.” sahut
Maman.
Maman pun berangkat sekolah menggunakan sepedanya, segera
Maman mendayung sepedanya dengan kencang. Ketika hampir sampai di sekolah, didepan
Maman melihat Dudung sedang berlari-lari menuju gerbang sekolah yang mau
ditutup oleh Pak Satpam.
“Dung, cepat lompat ke sepedaku.” teriak Maman. Segera
Dudung lompat ke sepeda Maman dan berdiri dibelakang Maman. Gerbang sekolah sudah
ada didepan mata, sedikit lagi pintu gerbang sekolah akan ditutup, Maman
semakin menambah kecepatan dayungannya. Dan akhirnya mereka dapat menerobos
masuk gerbang sekolah yang sedikit lagi hampir menghimpit mereka.
“Yeee…” teriak Maman dan Dudung gembira.
“Dasar anak-anak, kalian selalu saja terlambat!” ujar Pak
Satpam kesal.
Segera Maman meletakan sepedanya di parkiran sekolah. Dan
mereka langsung berlari menuju kelas. Mereka pun sampai didepan kelas, tetapi
sungguh sialnya mereka, Pak Budi sudah terlebih dahulu masuk ke dalam kelas.
“Alamak!!” teriak Dudung spontan ketika sampai didepan
kelas dan melihat Pak Budi sudah sampai di dalam kelas. Mereka yang di dalam
kelas pun melihat keluar kelas, termasuk Pak Budi. Dengan sedikit menurunkan
kacamatanya Pak Budi melihat Maman dan Dudung dengan mata tajamnya. Maman pun
terlihat ngeri dan langsung memegang tangan Dudung.
“Ihh, apaan sih Man.” teriak Dudung sambil melepaskan
tangan Maman dari lengannya.
“Ngeri amat tuh mata Pak Budi, macam mata serigala..hhiii.”
bisik Maman pelan sambil merasa ngeri. Pak Budi pun berdiri dari bangkunya dan
mendatangi mereka di depan pintu kelas. Sambil menundukkan kepalanya dan
meletakan kedua tangannya di pinggang, Pak Budi memarahi mereka.
“Kalian berdua ini selalu saja terlambat, tak pernah
kalian absen untuk telat masuk kelas saya. Sekarang saya hukum kalian, berdiri
di luar kelas sampai selesai mata pelajaran saya sambil mengangkat satu kaki
kalian dan juga sambil memegang kedua telinga kalian.”
“Baik Pak.” jawab mereka sambil menunduk. Segera mereka
berdiri diluar kelas dan menjalani hukuman mereka.
“Ehh Dung, kamu kalah taruhan. Semalam bola dukunganku
yang menang. Mana rotiku?” tanya Maman dengan senyuman riang.
“Iya iya ni, ada didalam tasku rotinya.” Dudung pun
mengeluarkan roti dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Maman.
“Asiikk.” jawab Maman senang. Maman pun membuka roti yang
diberikan oleh Dudung dan memakannya. Kebetulan Maman belum sarapan pagi, dan
roti Dudung sudah sangat cukup untuk mengisi perutnya yang kosong. Dudung hanya
bisa melihat Maman yang memakan rotinya dengan lahap dengan wajah murung,
seakan ingin agar rotinya juga dibagi kepadanya.
“Kenapa?? Kamu mau Dung?” jawab Maman.
“Mau sih, tapi kan gak mungkin aku makan roti yang…”
belum selesai Dudung berbicara, Maman langsung memasukan roti itu kedalam mulut
Dudung. Dudung pun terdiam dan melirik ke arah Maman. Lalu mereka berdua
tertawa bersama-sama, sambil merangkul antara yang satu dengan yang lain.
Maman dan Dudung adalah dua orang sahabat yang masih
duduk di bangku kelas lima SD. Mereka suka berbagi dan juga saling menyayangi,
jika ada salah satu dari mereka mengalami kesulitan, maka yang lain akan
membantu untuk mengatasi kesulitan tersebut. Jika salah satu diantara mereka
terluka, maka yang lain pasti akan merasakan luka itu. Dan jika salah satu
diantara mereka merasa bahagia, maka yang lain juga akan merasakan kebahagiaan
itu.
Suatu hari, sekolah mereka kedatangan siswi baru. Siswi
tersebut pindahan dari kampung sebelah, namanya Lisa. Paras Lisa sangatlah elok
rupanya. Disekolah, banyak yang menyukai Lisa, termasuk Maman dan Dudung. Suatu
saat Maman menceritakan kepada Dudung mengenai rasa sukanya kepada Lisa.
“Dung, Lisa cantik yah.” ucap Maman dengan berseri-seri.
“Iya Man cantik, seperti bidadari turun dari langit,
alamak!” sahut Dudung.
“Dung, aku kayaknya suka sama Lisa deh. Gimana caranya ya
deketin Lisa, secara Lisa kan banyak yang suka.” tanya Maman kepada Dudung.
Dudung langsung terhenyak mendengar perkataan Maman. Ternyata sahabatnya juga
menyukai Lisa, orang yang dia sukai juga. Sebenarnya, Dudung juga ingin
menceritakan kepada Maman kalau dia menyukai Lisa, akan tetapi Dudung
membatalkan niatnya itu. Dia takut, jika Dudung menceritakan bahwa dia juga
menyukai Lisa, maka persahabatannya dengan Maman akan putus.
“Ya, kamu deketin dia dong, ajak dia berteman.” jawab
Dudung dengan wajah tertunduk ke bawah.
“Oh iya ide bagus itu Dung.” jawab Maman dengan senang.
Dudung merasa sangat sedih akan hal itu, dan dia
menceritakan kesedihannya dalam sebuah buku tulis. Saat itu Dudung sedang
mengerjakan PR matematika, dan tanpa di sadarinya, dia menceritakan
kesedihannya dalam buku matematikanya. Di lembaran akhir buku itu dia
menceritakan semua curahan hatinya.
Keesokan harinya, Dudung dan Maman berangkat sekolah
bersama-sama menggunakan sepeda Maman. Sesampainya di sekolah, mereka duduk di
kursi masing-masing.
“Dung, liat PR matematika nomor 2 dong, aku belum siap.”
ujar Maman kepada Dudung.
“Oh iya, entar ya Man.” Dudung membuka tasnya dan
mengambil buku PR matematikanya, kemudian menyerahkan buku itu kepada Maman.
Saat membuka lembaran-lembaran buku Dudung, tidak sengaja Maman melihat tulisan
Dudung mengenai curahan hatinya kemarin malam, Maman pun membacanya. Dengan
serius Maman membaca tulisan Dudung. Maman terdiam setelah membaca tulisan
Dudung.
“Dung, ini apa ya?” tanya Maman sembari menunjukan buku
tulisnya kepada Dudung. Dudung yang melihat tulisannya dibaca oleh Maman
langsung menarik buku itu dari genggaman Maman.
“I..ni bu..bu..kan apa apa.” jawab Dudung dengan gagap. Maman
yang tadinya diam, langsung tertawa terbahak-bahak, sambil memukul-mukul pundak
Dudung beberapa kali dengan pelan.
“Hahaa, Dung..Dung, kenapa kamu jawabnya gagap gitu,
macam komedian OVJ aja deh, lucu kamu ya.”
“Loh, kamu kok ketawa?” tanya Dudung heran.
“Jadi aku harus apa Dung? Marah?”
“Aku pikir kamu marah sama aku.” ujar Dudung sambil
menundukan kepalanya.
“Iya, aku memang marah sama kamu.” suara tawa Maman
hilang dan mulai berbicara dengan serius. Hal ini membuat Dudung merasa takut.
Dia takut ini akan merusak persahabatan mereka.
“Aku minta maaf Man.” ujar Dudung dengan pelan.
“Iya, kamu memang seharusnya minta maaf samaku. Kali ini
aku benar-benar marah sama kamu Dung.”
“Maaf Man, bukan maksudku untuk menyukai Lisa juga. Aku
gak tau kalau kamu juga menyukai Lisa. Maaf Man, aku berharap hubungan
persahabatn kita tidak rusak karena hal ini.” ujar Dudung dengan raut wajah
yang sedih.
“Aku marah sekali sama kamu Dung, bisa-bisanya kamu nggak
menceritakan kepada ku kalau kamu juga menyukai Lisa.”
“Maaf Man, aku takut untuk menceritakannya.”
“Seharusnya kamu ceritakan juga hal ini kepadaku Dung.
Aku juga sahabatmu, dan aku pantas untuk mendengarkan ceritamu. Masa kamu
ceritanya di buku tulis? Buku matematika pulak tuh, gak keren banget, hahaaa.”
tawa Maman kembali pecah. Dudung pun tersenyum malu sambil menggaruk-garukan
kepalanya.
“Kamu gak marah Man samaku?” tanya Dudung.
“Ya enggak lah, kenapa pulak aku harus marah sama kamu.
Kamu itu sahabat terbaikku yang udah lama sekali aku kenal, sedangkan Lisa
adalah orang yang baru aku kenal. Masa gara-gara orang yang baru kita kenal
kita harus musuhan, apa kata dunia Dung. Lagian aku masih kecil, aku masih mau
belajar, aku mau menggapai cita-citaku sebagai pengusaha sukses.” jawab Maman
dengan senyuman lebar.
“Haha, iya benar kata kamu Man, aku juga mau menggapai
cita-citaku juga menjadi seorang pengusaha ternak yang sukses, melanjutkan
pekerjaan ayahku. Sama-sama kita menggapai cita-cita kita ya Man.” ujar Dudung
dengan wajah seringai.
“Haha, pasti Dung. Aku, kamu adalah sahabat. Sahabat
selamanya.”
“Yaa, sahabat selamanya.” Mereka berdua pun tertawa
bersama-sama.
“Ehh Man, cepat tuh kerjain PR mu, bentar lagi Pak Budi
masuk.” sela Dudung saat mereka sedang tertawa.
“Oh iya lupa, alamak!!” ujar Maman sambil menepukkan
jidatnya.