Senin, 13 Mei 2013

Cerpen Anak-anak



AKU DAN KAMU
Karya  : Siska Enjelin Hulu


“Man..Maman!!” terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Maman.
“Mamaaannn!!!” suara ketukanpun semakin deras ditambah suara seseorang dari balik pintu yang semakin keras terdengar.
“Mamaannn..Bangun!!”  suara itu semakin keras dan tersentak Maman terbangun dari tidurnya yang nyenyak.
“Maman, cepat bangun! Udah pukul berapa ini, kamu harus berangkat sekolah.” Teriak Ibu Maman dari balik pintu kamar Maman. Maman pun melihat jam dinding dikamarnya, sontak Maman pun terbangun dari tempat tidurnya, berlari keluar kamar menuju kamar mandi.
“Ibu kok nggak banguni Maman dari tadi sih, kan Maman jadi telat ke sekolahnya.” gumam Maman kesal kepada Ibunya ketika keluar dari kamar tidurnya.
“Dari tadi Ibu banguni kamu, kamu nya aja yang gak mau bangun. Dasar!! Udah salah malah nyalahin Ibu balik.” jawab Ibu kesal.
Hampir setiap pagi Maman selalu telat bangun, dan hampir setiap pagi juga Ibu berteriak-teriak didepan pintu kamar Maman untuk membanguni Maman. Bukan karena begadang untuk belajar sehingga Maman selalu telat bangun pagi, tetapi ini dikarenakan Maman hampir setiap malam begadang menonton televisi. Maman sangat gemar menonton televisi sampai larut malam dan lupa waktu. Dan akhirnya hal ini membuat Maman selau telat bangun pagi.
“Bu, baju seragam Maman mana?”
“Itu ada di tempat tidur kamu” jawab Ibu sambil menyiapkan sarapan pagi. Seusai mandi, Maman bergegas masuk ke kamar dan mengenakan baju seragam sekolahnya.
“Bu, Maman pergi dulu ya.” Maman mengambil tas sekolah di bangku makan dan menuju pintu depan.
“Man, sarapan dulu.” teriak Ayah.
“Nggk usah Yah, Maman udah telat, Maman pergi Yah.” sahut Maman.
Maman pun berangkat sekolah menggunakan sepedanya, segera Maman mendayung sepedanya dengan kencang. Ketika hampir sampai di sekolah, didepan Maman melihat Dudung sedang berlari-lari menuju gerbang sekolah yang mau ditutup oleh Pak Satpam.
“Dung, cepat lompat ke sepedaku.” teriak Maman. Segera Dudung lompat ke sepeda Maman dan berdiri dibelakang Maman. Gerbang sekolah sudah ada didepan mata, sedikit lagi pintu gerbang sekolah akan ditutup, Maman semakin menambah kecepatan dayungannya. Dan akhirnya mereka dapat menerobos masuk gerbang sekolah yang sedikit lagi hampir menghimpit mereka.
“Yeee…” teriak Maman dan Dudung gembira.
“Dasar anak-anak, kalian selalu saja terlambat!” ujar Pak Satpam kesal.
Segera Maman meletakan sepedanya di parkiran sekolah. Dan mereka langsung berlari menuju kelas. Mereka pun sampai didepan kelas, tetapi sungguh sialnya mereka, Pak Budi sudah terlebih dahulu masuk ke dalam kelas.
“Alamak!!” teriak Dudung spontan ketika sampai didepan kelas dan melihat Pak Budi sudah sampai di dalam kelas. Mereka yang di dalam kelas pun melihat keluar kelas, termasuk Pak Budi. Dengan sedikit menurunkan kacamatanya Pak Budi melihat Maman dan Dudung dengan mata tajamnya. Maman pun terlihat ngeri dan langsung memegang tangan Dudung.
“Ihh, apaan sih Man.” teriak Dudung sambil melepaskan tangan Maman dari lengannya.
“Ngeri amat tuh mata Pak Budi, macam mata serigala..hhiii.” bisik Maman pelan sambil merasa ngeri. Pak Budi pun berdiri dari bangkunya dan mendatangi mereka di depan pintu kelas. Sambil menundukkan kepalanya dan meletakan kedua tangannya di pinggang, Pak Budi memarahi mereka.
“Kalian berdua ini selalu saja terlambat, tak pernah kalian absen untuk telat masuk kelas saya. Sekarang saya hukum kalian, berdiri di luar kelas sampai selesai mata pelajaran saya sambil mengangkat satu kaki kalian dan juga sambil memegang kedua telinga kalian.”
“Baik Pak.” jawab mereka sambil menunduk. Segera mereka berdiri diluar kelas dan menjalani hukuman mereka.
“Ehh Dung, kamu kalah taruhan. Semalam bola dukunganku yang menang. Mana rotiku?” tanya Maman dengan senyuman riang.
“Iya iya ni, ada didalam tasku rotinya.” Dudung pun mengeluarkan roti dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Maman.
“Asiikk.” jawab Maman senang. Maman pun membuka roti yang diberikan oleh Dudung dan memakannya. Kebetulan Maman belum sarapan pagi, dan roti Dudung sudah sangat cukup untuk mengisi perutnya yang kosong. Dudung hanya bisa melihat Maman yang memakan rotinya dengan lahap dengan wajah murung, seakan ingin agar rotinya juga dibagi kepadanya.
“Kenapa?? Kamu mau Dung?” jawab Maman.
“Mau sih, tapi kan gak mungkin aku makan roti yang…” belum selesai Dudung berbicara, Maman langsung memasukan roti itu kedalam mulut Dudung. Dudung pun terdiam dan melirik ke arah Maman. Lalu mereka berdua tertawa bersama-sama, sambil merangkul antara yang satu dengan yang lain.
Maman dan Dudung adalah dua orang sahabat yang masih duduk di bangku kelas lima SD. Mereka suka berbagi dan juga saling menyayangi, jika ada salah satu dari mereka mengalami kesulitan, maka yang lain akan membantu untuk mengatasi kesulitan tersebut. Jika salah satu diantara mereka terluka, maka yang lain pasti akan merasakan luka itu. Dan jika salah satu diantara mereka merasa bahagia, maka yang lain juga akan merasakan kebahagiaan itu.
Suatu hari, sekolah mereka kedatangan siswi baru. Siswi tersebut pindahan dari kampung sebelah, namanya Lisa. Paras Lisa sangatlah elok rupanya. Disekolah, banyak yang menyukai Lisa, termasuk Maman dan Dudung. Suatu saat Maman menceritakan kepada Dudung mengenai rasa sukanya kepada Lisa.
“Dung, Lisa cantik yah.” ucap Maman dengan berseri-seri.
“Iya Man cantik, seperti bidadari turun dari langit, alamak!” sahut Dudung.
“Dung, aku kayaknya suka sama Lisa deh. Gimana caranya ya deketin Lisa, secara Lisa kan banyak yang suka.” tanya Maman kepada Dudung. Dudung langsung terhenyak mendengar perkataan Maman. Ternyata sahabatnya juga menyukai Lisa, orang yang dia sukai juga. Sebenarnya, Dudung juga ingin menceritakan kepada Maman kalau dia menyukai Lisa, akan tetapi Dudung membatalkan niatnya itu. Dia takut, jika Dudung menceritakan bahwa dia juga menyukai Lisa, maka persahabatannya dengan Maman akan putus.
“Ya, kamu deketin dia dong, ajak dia berteman.” jawab Dudung dengan wajah tertunduk ke bawah.
“Oh iya ide bagus itu Dung.” jawab Maman dengan senang.
Dudung merasa sangat sedih akan hal itu, dan dia menceritakan kesedihannya dalam sebuah buku tulis. Saat itu Dudung sedang mengerjakan PR matematika, dan tanpa di sadarinya, dia menceritakan kesedihannya dalam buku matematikanya. Di lembaran akhir buku itu dia menceritakan semua curahan hatinya.
Keesokan harinya, Dudung dan Maman berangkat sekolah bersama-sama menggunakan sepeda Maman. Sesampainya di sekolah, mereka duduk di kursi masing-masing.
“Dung, liat PR matematika nomor 2 dong, aku belum siap.” ujar Maman kepada Dudung.
“Oh iya, entar ya Man.” Dudung membuka tasnya dan mengambil buku PR matematikanya, kemudian menyerahkan buku itu kepada Maman. Saat membuka lembaran-lembaran buku Dudung, tidak sengaja Maman melihat tulisan Dudung mengenai curahan hatinya kemarin malam, Maman pun membacanya. Dengan serius Maman membaca tulisan Dudung. Maman terdiam setelah membaca tulisan Dudung.
“Dung, ini apa ya?” tanya Maman sembari menunjukan buku tulisnya kepada Dudung. Dudung yang melihat tulisannya dibaca oleh Maman langsung menarik buku itu dari genggaman Maman.
“I..ni bu..bu..kan apa apa.” jawab Dudung dengan gagap. Maman yang tadinya diam, langsung tertawa terbahak-bahak, sambil memukul-mukul pundak Dudung beberapa kali dengan pelan.
“Hahaa, Dung..Dung, kenapa kamu jawabnya gagap gitu, macam komedian OVJ aja deh, lucu kamu ya.”
“Loh, kamu kok ketawa?” tanya Dudung heran.
“Jadi aku harus apa Dung? Marah?”
“Aku pikir kamu marah sama aku.” ujar Dudung sambil menundukan kepalanya.
“Iya, aku memang marah sama kamu.” suara tawa Maman hilang dan mulai berbicara dengan serius. Hal ini membuat Dudung merasa takut. Dia takut ini akan merusak persahabatan mereka.
“Aku minta maaf Man.” ujar Dudung dengan pelan.
“Iya, kamu memang seharusnya minta maaf samaku. Kali ini aku benar-benar marah sama kamu Dung.”
“Maaf Man, bukan maksudku untuk menyukai Lisa juga. Aku gak tau kalau kamu juga menyukai Lisa. Maaf Man, aku berharap hubungan persahabatn kita tidak rusak karena hal ini.” ujar Dudung dengan raut wajah yang sedih.
“Aku marah sekali sama kamu Dung, bisa-bisanya kamu nggak menceritakan kepada ku kalau kamu juga menyukai Lisa.”
“Maaf Man, aku takut untuk menceritakannya.”
“Seharusnya kamu ceritakan juga hal ini kepadaku Dung. Aku juga sahabatmu, dan aku pantas untuk mendengarkan ceritamu. Masa kamu ceritanya di buku tulis? Buku matematika pulak tuh, gak keren banget, hahaaa.” tawa Maman kembali pecah. Dudung pun tersenyum malu sambil menggaruk-garukan kepalanya.
“Kamu gak marah Man samaku?” tanya Dudung.
“Ya enggak lah, kenapa pulak aku harus marah sama kamu. Kamu itu sahabat terbaikku yang udah lama sekali aku kenal, sedangkan Lisa adalah orang yang baru aku kenal. Masa gara-gara orang yang baru kita kenal kita harus musuhan, apa kata dunia Dung. Lagian aku masih kecil, aku masih mau belajar, aku mau menggapai cita-citaku sebagai pengusaha sukses.” jawab Maman dengan senyuman lebar.
“Haha, iya benar kata kamu Man, aku juga mau menggapai cita-citaku juga menjadi seorang pengusaha ternak yang sukses, melanjutkan pekerjaan ayahku. Sama-sama kita menggapai cita-cita kita ya Man.” ujar Dudung dengan wajah seringai.
“Haha, pasti Dung. Aku, kamu adalah sahabat. Sahabat selamanya.”
“Yaa, sahabat selamanya.” Mereka berdua pun tertawa bersama-sama.
“Ehh Man, cepat tuh kerjain PR mu, bentar lagi Pak Budi masuk.” sela Dudung saat mereka sedang tertawa.
“Oh iya lupa, alamak!!” ujar Maman sambil menepukkan jidatnya.


Cara Membuat Amplop di Microsoft Word 2007



Cara Membuat Amplop di Microsoft Word 2007


Surat menyurat adalah tugas umum dari seorang sekretaris. Dan kalau kita berbicara mengenai surat, maka tidak bisa dilepas pisahkan dengan yang namanya Amplop. Maka untuk penjelasan kali ini kami akan menjelaskan tentang Cara Membuat Amplop di Microsoft Word 2007.  Mengapa menggunakan Microsoft Word 2007? karena pada Microsoft Word 2007, sudah disediakan fitur yang dapat anda gunakan untuk membuat amplop.
Untuk membuat amplop anda  harus mengetahui jenis ukuran yang akan anda gunakan. Hal ini dimaksudkan agar ketika amplop tersebut dicetak/diprint, ukurannya tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Berikut petunjuk untuk membuat amplop di Microsoft Word 2007 :
1.      Buka lembaran Microsoft Word 2007 yang baru.

2.      Kemudian klik menu ribbon Maillings.

3.      Setelah itu klik Envelopes pada grup Create.


4.      Kemudian isi form yang tersedia pada kotak Delivery Address.

5.      Setelah itu klik Preview.




6.      Maka akan muncul jendela Envelop Options. Atur pengaturan Ukuran Amplop sesuai dengan keinginan anda. Kemudian klik OK.



7.      Nah, untuk mengatur cara memasukan amplop ke printer silakan klik Printing Options.

8.      Kemudian pilih Feed Method se.suai dengan keinginan anda. Lalu klik OK. (Lihat gambar dibawah)





Selasa, 30 April 2013

Puisi



KETIKA KU MEMANGGIL DIA
Karya : Siska Enjelin Hulu




Titik titik air mata ini terus membasahi bumi
Seakan tak mau berhenti meneriaki tanah ini
Terus mengalir bagai sungai deras yang tak mau berhenti
Mengungkapkan kekecewaan dan kesedihan yang terpendam dalam hati

            Saat rasanya dunia menjauhi dan tak seorang pun yang mengerti aku
            Saat rasanya tiada pundak yang mampu untuk ku singgahi
            Saat rasanya tiada tangan yang dapat merangkul beban ini
            Saat rasanya tiada telinga yang mau mendengarkan bisikan ini
            Dan saat itu juga dunia terasa gelap gulita bagai tak bernyawa

Tiada yang dapat mampu untuk ku mengerti
Ketika semuanya tiada dapat melihatku lagi
Tetapi ada satu pribadi yang memanggilku
Pribadi yang mengenal hatiku
Yang mau mengulurkan tangannya untuk ku genggam
Yang selalu ada saat dunia menjauhiku
Dan yang tak pernah meninggalkanku sedetik pun
Dan saat dunia melihat rupa
Dia selalu memandangku sampai kedalaman hatiku

            Tersadar saat ku terbangun dari mimpi buruk ini
            Membuka mata dan melihat dunia yang fana
            Ku terpuruk.. Ku tersujud dan ku menangis
            Betapa hinanya diri ini, betapa kejinya aku
            Ku lupa akan penciptaku
            Dan mengikuti glamornya kehidupan dunia

Aku tersadar dan tersentak
Ku tertunduk dan ku menyebut namaNya
ku datang dan temukan wajahNya
Dengan hati yang tulus dan rasa cinta ini
Kembali ku mendekatkan diri kepadaNya
Pujaanku, kekasih jiwaku, sahabatku dan hidupku

            Dia mengubah hidupku
            Dia mengenal hatiku jauh melebihi semua
            Tak seorangpun yang seperti Dia
            Yang mampu memberiku pengharapan yang baru

Kini telah kulihat cahaya itu
Cahaya yang dapat memuaskan segala rinduku
Cahaya yang mampu menerangi kekelaman hidupku
sehingga kudapatkan kebahagiaan yang sempurna
Kebahagiaan tak terkira batasnya
Dan sukacita yang penuh pengharapan
Dan ketika ku memanggil Dia
Ku yakin.. Dia akan selalu ada untukku

Jumat, 11 Januari 2013

Contoh Sinopsis Cerpen




SINOPSIS CERPEN 


||

||

||

||

 

disusun

Oleh :


     Nama  : Siska Enjelin Hulu
     Kelas  : XII-IPA 1
  


T.A 2011/2012

SMA NEGERI 4 BINJAI






 
Aku di 17 Tahun
Karya : Wido Sulviawati



Tepat pukul 00.00 WIB.

‘’Happy B’dAy Gezy, SLamt Ultah yAch yaNg k 17,’’ kulihat rangkaian kata di layar ponselku. Rasa ngantuk yang masih bertengger di kepalaku, memaksaku membuka kelopak mataku untuk mengetik ucapan terima kasih kepada si pengirim. Kemudian kucoba untuk melanjutkan tidurku. Lagi-lagi getar ponselku tak berniat untuk diam. Kucoba meraih ponselku lagi, kulihat tertulis 1 massage, namun tak kuhiraukan. Selang beberapa menit getarnya membuat aku harus membuka mata. Sekarang sudah tertulis 7 massage.
Oke, sekarang aku bangun, batinku.

Kubuka satu-persatu pesan yang masuk, semua berisi pesan yang sama. Sekarang ngantuk di mataku telah pergi. Dengan gesit jari-jariku menekan keyped untuk membalas SMS tersebut. Setelah itu kuletakkan kembali ponselku di samping bantalku.
‘’Masih ada yang ingat hari ulang tahunku,’’ ucapku bangga.

Sekarang aku 17 tahun, semoga semua berjalan dengan baik dan semoga papa cepat sembuh, sambungku sambil berdoa dalam hati dan mencoba untuk tidur kembali. Lima menit, 30 menit dan sekarang sudah pukul 02.00 WIB, dari semua SMS yang masuk ke handphone-ku, tak satu pun tertulis pesan atau telepon dari pacarku, Deri.

Kucoba untuk tenang, mungkin dia ingin membuat kejutan batinku. Deri pacar pertamaku, hari ini di hari ulang tahunku, hubungan kami juga genap 3 bulan. Aku mencoba berpikir semua yang baik tentang dia. Mataku terpejam tapi tidak tidur, otakku membuat rangkaian cerita yang manis. Kucoba mengulang waktu setahun yang lalu di ingatanku. Sesuatu yang harus aku perbaiki dengan bertambahnya umurku. Sesekali bibirku tersenyum ketika ingatanku tiba di waktu Deri berhasil membuatku kagum dan akhirnya tiga bulan lalu dia resmi menjadi pacarku.
Ini ulang tahun pertamaku saat aku punya pacar. Kata orang biasanya yang bakal ngasih selamat pasti pacar, tapi kok enggak kayak cerita-cerita yang kudengar ya, ucapku kecewa pada diri sendiri.

Lama menunggu membuat otakku lelah berpikir dengan imajinasi ku sendiri, aku pun tidur. Aku tak mempedulikan lagi getar di handphone-ku.
Saat sinar mentari pagi menyusup ke celah-celah jendela kamarku, matakupun terbuka. Aku bangun dari tidurku, kulihat ponsel,Tertulis 11 kali miscall dan 8 SMS. Semua dari teman-temanku, tidak ada yang dari Deri. Tapi aku masih tetap berpikir positif tentangnya. Kuambil handuk yang tergantung di belakang pintu kamarku, dan kulangkahkan kaki untuk membersihkan tubuhku.

Liburan semester ini kuputuskan untuk tidak keluar kota. Kondisi papa sedang tidak baik. Tiga bulan terakhir ini papa sering bolak-balik ke rumah sakit. Jantung papa tidak lagi bersahabat dengan obat-obat yang diberikan dokter. Terkadang papa terbaring di rumah sakit beberapa hari. Namun sekarang ini papa sudah jauh lebih baik. Terkadang air mataku tak henti keluar jika papa menginap di rumah sakit. Aku ingin papa bersamaku terus, teriakku setiap kali kulihat papa sedang tertidur.

Di rumah ini aku anak tunggal. Aku juga baru menyelesaikan pendidikanku di bangku SMA. Mama sibuk bekerja untuk menstabilkan ekonomi keluargaku dengan kondisi papa seperti sekarang.

Baju kaos putih, celana hitam panjang, sepatu kets dan tas sandang hitam menjadi pilihanku untuk pergi bersama teman-teman ku. Hari ini aku berniat mentraktir kedua sahabatku, Wulan dan Veny. Mereka teman SMA-ku. Hampir beberapa pekan tidak bertemu, banyak cerita yang menjadikan kami lupa waktu. Termasuk ingatanku tentang Deri.

Dari awal aku memang terbiasa sendiri, terkadang meskipun Deri sudah menyandang predikat sebagai pacarku, namun waktuku banyak bersama teman-temanku. Aku sayang dia dan dia sayang aku. Tidak ada masalah dan kami mempunyai kegiatan masing-masing. Kami hanya banyak menggunakan komunikasi melalui handpone dan jarang untuk pergi berdua.

Nonton, makan dan hangout berjam-jam membuat aku, Wulan dan Veny lupa akan jam yang menunjukan pukul lima sore. Aku sudah minta izin kepada Mama. Mama sudah menginzinkan aku pergi karena hari ini aku ulang tahun, apa lagi hari ini hari Ahad. Papa dan mama sudah sepakat hari ini ingin di rumah, mereka tidak ingin ikut bersamaku.

‘’Lan, Ven cabut yuk, dah sore,’’ ajakku sambil meraba isi tasku untuk mengambil handpone, aku panik. Kukeluarkan semua isi tasku tapi ponselku tak ada.

‘’Tinggal di rumah kali Gez,’’ sambung Veny mencoba menenangkan ku.

‘’Kayaknya iya, aku lupa masukin ke dalam tasku tadi,’’ sambungku pasrah ketika aku mencoba mengingat sebelum aku pergi tadi.
‘’Gez, Deri mana?’’ suara Wulan menyadarkanku tentang Deri.

‘’Enggak tahu juga, tadi malam dia enggak nelpon aku, SMS pun tidak. Padahal hari ini aku jadian sama dia juga genap 3 bulan,’’ jawabku sambil menghabiskan makanan di tanganku. “Mungkin dia sibuk, atau ponselnya lagi error kali, sambungku lagi.
‘’Kamu yakin nggak ada apa-apa?’’ Sahut Veny dengan muka serius. “Hari ini ulang tahunmu, hari ini juga hari jadian kalian, dia tidak ada sama sekali nemui kamu?”

Aku diam, aku merasa semua baik-baik saja. Mungkin Deri lagi sibuk atau apalah. Ini cuma hari ulang tahun dan hari jadian kami. Bukan hal yang besar, dunia juga tidak bakal runtuh kalau dia lupa dengan hari ini. Aku Cuma nyengir mendengar ucapan Veny.

‘’Gezi, kamu terlalu cuek dengannya, kamu sayang dia, tapi kamu tidak perhatian sama dia, nanti nyesel baru tahu rasa,’’ celoteh Wulan panjang-lebar padaku.

Sepanjang perjalanan pulang aku mencoba memutar kembali rekaman ucapan Wulan dan Veny tadi. Aku tidak bisa setenang tadi, rasa cemas hilang- timbul pada diriku.

Tiba di depan rumah, kulihat rumahku sepi. Pintu pun terkunci. Papa dan Mama tidak ada di rumah.

‘’Duh pada ke mana ya, mana handphone-ku tinggal di dalam lagi,” ucapku kesal karena kecerobohanku.

‘’Gezi, mamamu nyuruh ke rumah sakit. Papamu jantungnya kumat lagi. Di rumah sakit biasa tempat papamu berobat,’’ teriak tante Eli dari balik pagar rumahku.

Tanpa pikir panjang aku langsung masuk ke dalam mobilku dan bergegas ke rumah sakit. Jantungku tidak beraturan, cemasku bertambah, wajah papa melekat di ingatanku.

Hentakan kakiku membuat mata di sekitar ruangan rumah sakit melihat ke arahku. Kakiku berhenti seratus meter dari tempat Mama duduk di salah satu kamar rumah sakit. Air mata mama keluar. Wajah mama pucat. Banyak saudara papa dan mama berkumpul di ruangan. Kakiku seperti terikat beban untuk melangkah ke kerumunan keluargaku. Mama sadar akan kedatanganku. Dia menghampiriku dan memelukku erat, erat sekali. Semua mata kasihan tertuju pada kami. Dari kamar keluar sebuah tempat tidur. Di sana sedang tertidur wajah orang yang aku sayangi tertutup kain putih. Kulepaskan pelukan mama dari tubuhku. Kulihat dengan dekat wajah pria yang tertidur itu, air mataku mengalir tak henti.
Kepalaku pusing, nafasku tak beraturan, semua terlihat gelap. Aku tidak ingat apa-apa lagi.

***
Sekarang aku tinggal berdua dengan mama. Kepergian papa sangat terasa bagi kami berdua. Aku pingsan saat di rumah sakit waktu itu. Saat aku sadar, papa sudah dimandikan dan akan di kuburkan. Seperti mimpi paling buruk melihat papa ditimbun dengan tanah, Papa sendiri di sana.
‘’Sayang kita harus ikhlas papa pergi,’’ ucap mama saat masuk ke kamarku.

‘’Iya Ma, aku ikhlas semoga papa dapat tempat yang layak di sisi Yang Maha Kuasa,’’ jawabku seadanya.
Ini ada kado dari Deri, mama lupa bilang sama kamu. Kemarin sebelum papa dibawa kerumah sakit, Deri datang ke sini. Dia juga cari kamu, HP kamu tinggal saat itu jadi mama tidak bisa memberi tahu kamu. Dia pun langsung pamit sama mama,’’ ucap mama sambil memberikan bungkusan pink berukuran besar ketanganku.

‘’Iya, makasih Ma,’’ jawabku singkat pada mama.
Mama pun keluar meninggalkan aku dan bungkusan itu. Sadar akan keberadaan handphone-ku yang sudah tidakku lihat selama sepekan ini, tanganku mencar-cari ponsel itu. Akhirnya kutemukan di selipan ujung kasur tempat tidurku. Tertulis 40 SMS dan 113 kali panggilan tak terjawab. Kubuka panggilan tak terjawab, kulihat deretan nama teman-teman SMA-ku. Deri juga salah satuya.

Dia menghubungiku 43 kali. Kulihat waktu panggilannya. Ini kan ketika aku lagi pergi sama Wulan dan Veny, ucapku pada diri sendiri.
Kubaca juga pesan yang masuk, tertulis selamat ulang tahun dan pesan ucapan dukacita dari teman-temanku. Kuhentikan jemari saatku menemukan pesan dari Deri, ada ucapan selamat ulang tahun dan dan pesan yang membuatku teringat pada kata Wulan dan Veny. Entar nyesal baru tau, ucap mereka saat itu.

Kubuka kado dari Deri yang terletak di depanku. Tak kupedulikan lagi ponselku. Kotak besar yang terbungkus kertas kado pink itu berisi bantal bola basket dan bola basket asli serta sepasang baju basket yang sangat aku inginkan dari dulu.

Ingatanku kembali saat Deri bilang suka padaku di lapangan basket ketika aku sedang latihan. Di selipan baju kutemukan kertas bertuliskan, Dear Gezi, gadis pemain basketku. Kubaca satu demi satu kalimat yag ada di kertas itu. Mataku berhenti pada kalimat Aku sayang kamu, tapi aku merasa kamu tidak sayang padaku. Semoga dengan bertambahnya umur kamu, kamu lebih dewasa untuk menghargai sesuatu yang penting di hidupmu, khususnya perasaan orang-orang yang menyayangi kamu.

Deri Gusryza


Kulipat kertas itu kurebahkan tubuhku di atas kasur. Kupejamkan mataku. Lagi-lagi otakku kembali memutar rekaman tentang sosok cowok yang pernah singgah di hatiku itu.***

--------------------------------


 


          Unsur-unsur Intrinsik :


1. Tema                                    : Menghargai seseorang yang telah menyayangi mu
2. Plot / Alur                             : Alur maju
3. Penokohan                           : - Gezy            : Baik tetapi tidak menghargai orang yang
                                                                          telah sayang padanya dengan tulus.
                                                  - Deri             : Baik, penyayang.
                                                  - Wulan          : Baik, peduli.
                                                  - Veny            : Baik, peduli.
                                                  - Mama          : Baik, sabar, dan pekerja keras.
4. Latar / Setting                       :  - Tengah malam, pukul 00.00 WIB.
                                                   - Pagi hari, ketika Gezy akan pergi bersama kedua
                                                      sahabatnya
                                                   - Sore hari, pukul 17.00 WIB, Gezy pulang kerumah,
                                                      tetapi langsung pergi ke rumah sakit.
                                                   - Keesokan harinya, Gezy mebuka kado dari Deri,
                                                      dan membaca surat dari Deri.
5. Amanat                                : Menyadari dan menghargai setiap kasih sayang di berikan
                                                  seseorang kepada kita, dan tidak menyia-nyiakannya.







 SINOPSIS "AKU di 17 Tahun"


“Aku di 17 Tahun”

            Gezy, anak tunggal dan juga anak perempuan yang baru menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA, sedang menunggu ucapan selamat ulang tahun dari kekasihnya Deri. Tetapi, sampai pagi menyongsong pun, sms Deri tidak kunjung datang. Akan tetapi Gezy tetap berfikir positif tentang Deri.
            Hari itu juga Gezy pergi bersama kedua sahabatnya       Wulan dan Veny, Ketika Wulan bertanya tentang keberadaan Deri kepadanya, Gezy hanya menjawab biasa saja, merasa kalau semuanya oke-oke saja, dan berfikir kalau Deri sedang sibuk, toh kami saling sayang, pikir Gezy. Dan Wulan pun mengatakan sesuatu yang membuat Gezy menjadi tidak tenang, “entar nyesal baru tahu rasa!”
Saat pulang ke rumah, Gezy melihat rumahnya sepi, dan Tante Eli menyuruh Gezy ke rumah sakit, karena jantung papa nya kumat lagi.
            Papa Gezy memiliki penyakit jantung, dan sudah tiga bulan terakhir ini papanya keluar masuk rumah sakit, dan itu membuat Gezy sangat sedih. Setibanya di rumah sakit, ternyata papanya sudah meninggal dan membuat shock Gezy.
            Keesokan harinya mama Gezy menyerahkan kado yang dititipkan Deri untuk Gezy. Gezy membuka kado itu, dan melihat sepucuk surat dari Deri dan membacanya.